goblok
Amerika Serikat mendorong negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization/NATO) untuk bekerja dengan Turki untuk mengatasi perpecahan yang telah membuat Ankara bergerak lebih dekat ke Rusia. Namun, sedikitnya satu dari negara-negara sekutu itu bersiap untuk menghadapi lebih banyak kekacauan.
Yunani, yang terlibat dalam perselisihan yang sedang berlangsung dengan Turki mengenai hak dan sumber daya di bagian timur Laut Tengah, telah berulang kali membuat pasukan angkatan lautnya waspada dalam beberapa pekan terakhir. Seorang pejabat penting khawatir bahwa ketegangan antara kedua negara itu adalah bagian dari pola yang lebih besar yang tidak terlihat akan berakhir.
Turki telah “menjadi semakin percaya diri ... ditambah dengan meningkatnya unsur retorika agresif, sikap konfrontatif dan posisi politik revisionis,” kata Menteri Pertahanan Yunani Nikos Panagiotopoulos, Kamis (29/10), dalam pembicaraan virtual yang disponsori oleh German Marshall Fund.
“Pada titik tertentu, sesuatu perlu dilakukan,” katanya. “Sayangnya, ini melibatkan unsur-unsur yang tidak menyenangkan.”
Panagiotopoulos dan lainnya mengatakan bahwa agresivitas yang baru ditemukan itu terlihat pada Rabu (28/10), ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengecam Barat, dan Perancis, dalam pidato di depan anggota partai politiknya.
“Mereka benar-benar ingin melancarkan kembali Perang Salib,” kata Erdogan, mengacu pada pembelaan pemerintah Perancis pada kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Pemimpin Turki itu juga mengatakan Barat “sekali lagi menuju ke periode kebiadaban.”
Turki juga telah menimbulkan kemarahan negara-negara Barat, khususnya sesama sekutu NATO, setelah melakukan tes minggu lalu terhadap sistem pertahanan udara S-400 buatan Rusia.
Berbicara dengan wartawan pada Rabu (28/10), seorang pejabat tinggi Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan Washington siap untuk mengambil tindakan yang lebih keras terhadap Ankara, dan memperingatkan bahwa ancaman pemberlakuan sanksi sangat nyata. [lt/pp]